Pendidikan sampai saat ini, masih menjadi permasalahan
mendasar yang kian meluas dan tak kunjung terselesaikan di negeri kita ini.
Sistem yang berganti-ganti, mutu pendidikan yang rendah, kurangnya
kesejahteraan guru, serta moral pelajar yang ambruk adalah beberapa indikator
utama yang menunjukan kegagalan mendasar dari penyelenggaraan pendidikan di
Indonesia. Melihat posisi pendidikan, yang merupakan suatu bidang mendasar
dalam suatu peradaban, tentunya memiliki pengaruh yang besar dalam menentukan tinggi
atau rendahnya, suatu peradaban. Dengan kata lain peradaban yang tinggi,
haruslah dibangun dengan fondasi pendidikan yang baik.
Dalam perkembangannya pendidikan
Indonesia telah mengalami beberapa kali perubahan pada kurikulumnya. Sayangnya,
sekalipun telah mengalami berbagai perubahan, sistem yang digunakan saat ini,
pada nyatanya masih belum mampu untuk mewujudkan cita-cita pendidikan Indonesia.
Maka dari itu, menurut saya sangat diperlukan adanya beberapa perbaikan dalam
sistem pendidikan saat ini. Namun, perbaikan disini bukan berarti perombakan
sistem secara utuh, melainkan sedikit penambahan dan perubahan pada sistem saat
ini. Lebih jelas lagi, maksud dari perbaikan dalam tulisan ini adalah dengan
penanaman nilai-nilai liberal dalam sistem pendidikan dengan tujuan
terselenggaranya pendidikan yang lebih terbuka, efektif dan efisien dalam upaya
mewujudkan cita-cita pendidikan Indonesia.
Sayangnya,
liberalisme saat ini masih menjadi kata yang sangat dimusushi oleh berbagai
kalangan di Indonesia. Permusuhan ini dilandasi oleh anggapan bahwa liberalisme
akan membawa manusia pada kehancuran moral, yang dikarenakan oleh kebebasan
tanpa batasan. Untuk itu, pastinya ketika mendengar kata Liberalisasi
Pendidikan, maka yang tergambar pada benak masyarakat adalah pendidikan
yang mengarahkan pada kehancuran moral. Ini juga terbukti, dari pengalaman saya
saat berselancar di Internet, dan menelusur dengan keywords "Liberalisasi Pendidikan",
maka hasil pencarian dari keywords ini, adalah makalah-makalah dan artikel-artikel
yang semuanya membahas mengenai keburukan dan bahaya-nya liberalisasi
pendidikan.
Asumsi ini
tentunya tidak benar, karena pada dasarnya liberalisme, adalah paham yang
melindungi hak-hak individu dari segala bentuk pemaksaan yang mengatasnamakan
kelompok, masyarakat, atau bahkan negara. Pada dasarnya bebas bukan berarti
ketiadaan aturan atau batasan, melainkan pemberian hak pada individu untuk
memilih, dengan tetap memperhatikan hak-hak dari individu lainnya. Dengan kata
lain, bebas disini terbatasi oleh hak-hak dari individu lainnya, inilah yang
dikatakan oleh Jhon Stuart Mill, seorang pemikir liberal barat pada abad 19.
Sedangkan untuk masalah moralitas, sebenarnya bukanlah sesuatu yang
bertentangan dengan kebebasan, melainkan berjalan sejalan dengan konsep
kebebasan ini. Dimana nilai-nilai moral, merupakan pendukung dalam kebebasan
memilih dari setiap individu. Artinya adalah, nilai-nilai moral berhak untuk
ditanamkan pada setiap individu, selama tidak mengganggu hak-hak dasar individu
tersebut. Dengan ini jelaslah bahwa, kebebasan dalam konsep liberalisme,
bukanlah sesuatu yang harus dimusuhi melainkan harus dibela, dan ditegakkan,
termasuk juga dalam bidang pendidikan.
Penanaman
nilai-nilai liberal dalam pendidikan, bukan berarti ideologisasi pada peserta
didik. Melainkan satu bentuk upaya, menciptakan suatu sistem pendidikan yang
berasaskan kepada kemajuan individu, kekeluargaan, dan kepedulian sosial.
Nilai-nilai liberal yang sering dilupakan masyarakat saat mencoba memahami
liberalisme, diantaranya yaitu, kemandirian, moral, tanggung jawab, kepercayaan diri, kepedulian,
kritis, analitis, dan kompetitif. Nilai-nilai inilah yang kemudian akan
ditanamkan pada peserta didik, melalui sistem pendidikan ini.
Kurikulum
yang diterapkan saat ini pada dasarnya, sudah cukup relevan dengan nilai-nilai
kebebasan yang saya maksudkan tadi. Hanya perlu adanya penyempurnaan, dan
perubahan pada beberapa hal dalam sistem ini. Masalah pertama yang patut
diperhatikan adalah mengenai tenaga pengajar atau guru. Guru yang merupakan
bagian terpenting dalam pendidikan harusnya memiliki kualitas yang tinggi,
untuk itu diperlukan adanya peningkatan kualifikasi calon guru, dan pelatihan
atau pendidikan kembali bagi guru-guru yang sudah tersertifikasi. Kemudian,
guru juga seharusnya memiliki hak untuk membentuk kurikulumnya sendiri dengan
tetap mengacu pada standar-standar kurikulum nasional, karena kurikulum yang
baik adalah kurikulum yang disesuaikan dengan kondisi kelompok belajar yang
paling kecil. Ini terbukti dari terselenggaranya dengan baik pendidikan di
Finlandia, yang juga menggunakan sistem ini. Tentunya yang kedua ini dapat
dilaksanakan dengan baik, setelah yang pertama telah dilaksanakan dengan baik
pula.
Masalah
selanjutnya, yaitu kondisi kelas yang menekan dan mengekang siswa. Hal ini
terjadi, biasanya dikarenakan guru yang kurang kompeten dalam membangun suasana
yang kondusif dan terbuka. Kebanyakan dari guru tipe ini, ingin memaksakan apa
yang dipahaminya atau yang dianggapnya benar, kepada peserta didik. Untuk
itulah kita memerlukan guru yang benar-benar berkualitas. Kondisi kelas yang
baik, yaitu dimana siswa mampu untuk mengasah kemampuan dengan kreatifitasnya
tanpa dibatasi. Selanjutnya adalah, mengenai mata pelajaran, yang begitu banyak
serta penekanan keharusan memahami semua pelajaran itu. Hal ini hanya menekan
siswa, untuk itu semestinya guru juga harus memahami kemampuan utama siwanya,
sehingga tidak harus dipaksakan untuk memahami semua pelajaran secara utuh,
melainkan diarahkan untuk menjadi yang terbaik pada bidangnya.
Membahas
masalah pendidikan, saya rasa tidak akan cukup dengan 750 kata. Namun dengan
esai ini, setidaknya sudah cukup menjawab, setiap penolakan terhadap
liberalisasi pendidikan di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar