Sabtu, 01 Oktober 2016

Strategi Pelajar Islam Indonesia Dalam Membangun Hubungan Pelajar Islam Dan Pelajar Non-Islam Kota Manado



           Harus diakui, bahwa adanya keberagaman masyarakat, memiliki potensi terjadinya konflik dan ancaman terhadap integritas sosial. sebagaimana konflik yang terjadi di maluku (1999-2001), Ketapang (1998), Poso (1999-2002) dan lainnya. Kehadiran era reformasi yang semula diharapkan untuk mempersempit sekat-sekat perbedaan, justru membuat beberapa oknum anak bangsa membenarkan aksi agresif sektarian, militansi ekstrem, kebrutalan, separatisme dan tindakan-tindakan kekerasan lain yang bisa mengancam kesatuan nasional. Apalagi, aksi destruktif tersebut banyak bersembunyi dibalik dalil agama.

          Hingga saat ini, kekerasan bermotifkan agama masih menjadi fenomena dalam beberapa kejadian sebagaimana yang dapat ditangkap dalam media cetak dan elektronik. Misalnya beberapa kasus yang mengemuka dalam waktu 10 tahun ini: penyerangan penganut Ahmadiyah di Pandeglang (2011); penyerangan gereja di Temanggung (Februari 2011); pemboman gereja di Kepunten Solo (September 2011). Pada titik inilah, oleh banyak kalangan, Indonesia dalam banyak berita dan publikasi disamakan dengan bermacam bentuk kekerasan, serta tidak ramah soal kebebasan beragama.

          Secara umum, konflik-konflik ini, bersinggungan langsung dengan masyarakat, terutama konflik-konflik yang dikategorikan konflik besar, namun secara khusus, pelajar atau pemudalah, yang menjadi dalang, dari konflik-konflik ini, terutama dalam hal ini yang muda-lah yang sering terpancing emosi dan sering melakukan tindakan-tindakan yang agresif, sekalipun hanya dikarenakan hal kecil. Hal kecil inilah, yang kelak menjadi besar atau sekedar dibesar-besarkan sehingga, menyulut emosi dari seluruh elemen masyarakat, dan membuat masyarakat secara luas terlibat dalam konflik-konflik ini.
          Dengan ini, dapat disimpulkan bahwa, Agama dan Status Pelajar/Pemuda menjadi problematika yang harus segera diselesaikan secepatnya, dengan penyelesaian yang tepat sasaran. Penyelesaian yang tepat disini ialah dengan membangun hubungan baik antara umat beragama utamanya pelajar atau pemuda.
          Bertolak belakang dengan hal tersebut, salah satu kota di Indonesia yaitu Manado, tampil beda dengan membangun citra toleran dalam kehidupan antar umat beragama masyarakatnya. Kota ini menjadi tujuan exodus dari daerah bertikai di wilayah Indonesia Timur, seperti Ambon, Ternate dan Poso. Ketika menjadi rumah baru bagi orang dari daerah bertikai, Manado hingga kini mampu menjaga citra tersebut. Tidak sampai hanya pada reportase semata, dalam beberapa tulisan ilmiah-pun, Manado disamakan dengan’The City of Brotherly Love”.     Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa, konflik tetap ada walaupun sangat sedikit. adapun beberapa konflik yang terjadi hanya mengatasnamakan kelompok-kelompok masyarakat, misalnya tauran antar kampung yang terjadi diwilayah manado utara, tidak mengatasnamakan agama. Namun, Keamanan dan Kedamaian saat ini harus terus dibangun dan dipertahankan, agar dapat berlanjut ke generasi-generasi selanjutnya.
          Untuk membangun dan mempertahankan itu, harus dimulai dari pelajar dan pemuda, yang notabenenya, mudah terpancing emosi, dan berpotensi melakukan tindak kekerasan, selain itu, pelajar dan pemudalah yang akan berperan menjaga keamanan dan kedamaian kota manado dimasa depan.
          Pelajar Islam Indonesia (PII), sebagai Organisasi yang menampung dan mewadahi pelajar, dalam mengembangkan potensi diri, dan Membentuk karakter Islami, seharusnya juga terlibat aktif dalam membangun hubungan pelajar Islam dan non-islam di Kota Manado. Hal ini, juga sesuai dengan salah satu tujuan Pelajar Islam Indonesia, yaitu konsepsi kebudayaan yang sesuai dengan ajaran islam, dimana keberagaman juga merupakan bagian dari kebudayaan, yang sesuai dengan ajaran islam.
          Karen Kray dalam tesisnya, melihat bagaimana peran pemerintah dan organisasi kepemudaan menjaga kedamaian di Sulawesi Utara, organisasi mampu membangun kekuatan kolektif untuk menjaga kedamaian dan meningkatkan kewaspadaan akan timbulnya konflik. Hal ini, yang kemudian menjadi penguat, bagi Pelajar Islam Indonesia, untuk ikut berkontribusi dalam membangun hubungan umat beragama, terkhususkan dalam lingkup pelajar dan pemuda, Sehingga dapat menumbuhkan sikap tenggang rasa dan toleransi, serta mencapai persatuan dan kesatuan, yang terus-menerus.
          Dalam membangun hubungan antara pelajar islam dan pelajar non-islam, pelajar islam indonesia, memiliki strategi yang merupakan langkah-langkah untuk mencapai dan mewujudkan hal tersebut, yang juga merupakan program dari pengurus daerah Pelajar Islam Indonesia Kota Manado. Strategi tersebut, yaitu :
1. Membentuk kader Pelajar Islam Indonesia, Kota Manado, yang memiliki jiwa toleransi yang tinggi.
          Sebelum melakukan atau mengusahakan perubahan di luar, Pelajar Islam Indonesia, harus terlebih dahulu, membina kadernya, untuk memiliki jiwa kolektif, dan toleransi yang tinggi. Sehingga dari dan oleh kader-kader inilah, perubahan-perubahan di luar akan di wujudkan. Inilah langka awal yang harus di laksanakan oleh PII.
2. Membangun hubungan, dengan organisasi keagamaan, lainnya.
          Setelah, membentuk kader, dengan jiwa kolektif dan toleransi yang tinggi maka, yang selanjutnya dilakukan adalah, membangun dan membina hubungan luar organisasi, dalam hal ini, yaitu dengan, organisasi-organisasi keagamaan lain, seperti,  Himpunan Mahasiswa Islam, Brigade Manguni, Legium Christum, Paguyuban Kekeluargaan Tionghoa dan organisasi-organisasi keagamaan lainya. Hal ini dimaksudkan agar, Pelajar Islam Indonesia, dapat bekerja sama dengan organisasi keagamaan lainnya, untuk sama-sama berjuang dalam membangun dan mempertahankan, hubungan antar umat beragama di Kota Manado. Dengan hal ini Pelajar Islam Indonesia dapat mewujudkan programnya,dengan lebih mudah dan terstruktur.
3. Membentuk Organisasi Pelajar Lintas Agama.
          Langkah selanjutnya, setelah hubungan eksternal dengan organisasi keagamaan lain telah dibangun, adalah dengan mengadakan atau membentuk sebuah wadah, yang dapat menampung para pelajar yang ingin berkontribusi dalam membangun hubungan baik antar pelajar beragama. Hal ini harus dilakukan dengan melibatkan organisasi keagamaan lain, yang sudah memiliki hubungan baik dengan PII,dan juga tetap menerima keterlibatan dari organisasi keagamaan lain, yang belum sempat memiliki hubungan langsung. Yang selanjutnya dari wadah inilah, langkah-langkah membangun hubungan pelajar beragama dapat diformulasikan bersama dan dibangun secara bersama pula.
4. Menanamkan kembali nilai-nilai budaya kepada setiap pelajar melalui Pelajar Lintas Agama
          Setelah wadah yang menampung pelajar beragama, yang memiliki tujuan yang sama, sudah dibentuk, maka pergerakan selanjutnya akan diadakan dari wadah organisasi tersebut. Pergerakan yang harus dilakukan, haruslah merupakan formula yang di sepakati bersama oleh setiap anggota dari Pelajar Lintas Agama itu sendiri. Dari sini, Pelajar Islam Indonesia akan mengusulkan, adanya kegiatan dengan tujuan menanamkan kembali nilai-nilai budaya kepada pelajar-pelajar beragama di Kota Manado. Nilai budaya yang dimaksud, yaitu :
A. Falsafah Hidup (Sitou Timou Tumou Tou)
           Artinya, manusia hidup memanusiakan manusia lain. Anggapan umum menilai, falsafah ini ditelorkan oleh Dr. Sam Ratulangi, yang tepat sebenarnya, beliau menyimpulkannya dari realitas kehidupan bangsa Minahasa yang toleran, saling membangun, akrab dengan sesama serta saling menghargai segala bentuk perbedaan yang melewati sekat-sekat perbedaan kronis. Saat ini Falsafah hidup ini, tidak lagi hanya dimiliki orang Minahasa, melainkan seluruh masyarakat Kota Manado pendatang, maupun penetap selain orang Minahasa.
B. Torang Samua Basudara (Kita Semua Bersaudara)
          Pada awalnya kalimat ini adalah sebuah slogan yang kemudian bertranformasi menjadi nilai budaya pada saat ini. Kalimat ini ditelorkan oleh mantan Gubernur Sulawesi Utara Letjen (Purn) E.E. Mangindaan untuk jadi senjata perekat dalam menghindari konflik SARA (Suku, Agama, Ras, Antar Golongan) yang meluas di Indonesia bagian Timur (1998-1999), agar rasa persatuan dan kesatuan masyarakat tetap merekat.
C. Mapalus (Kerja Sama/Gotong Royong)
          Mapalus merupakan, salah satu dari nilai budaya Minahasa yang saat ini, menjadi nilai budaya dari seluruh masyarakat Kota Manado. Mapalus mengandung arti kerja sama atau gotong royong, dari seluruh elemen masyarakat.
D. Nilai Budaya Demokrasi
          Budaya demokrasi, sebenarnya sudah diamalkan oleh masyarakat minahasa, jauh sebelum kemerdekaan, hal itu dapat dilihat dari, pemerintahan lokal Minahasa yang memiliki satu pemimpin utama, dan juga ada pemimpin-pemimpin kelompok (Kepala Walak) yang bertugas sebagai penyampai aspirasi rakyatnya. contoh lain adalah, masyarakat Minahasa saat itu sudah memiliki Dewan Rakyat Minahasa (Minahasaan raad), yang merupakan dewan rakyat pertama di indonesia.
E. Nilai Budaya Silaturahmi
          Budaya ini menjadi salah satu perekat kerukunan hidup dalam perbedaan. Tiap orang merasa dihormati dan diakui keberadaanya sebagai manusia. Selain itu, kebiasaan yang menjadi budaya ini, mematahkan eksklusifitas religius. Tidak hanya berlaku untuk hari besar keagamaan, kebiasaan saling mengunjungi Nampak juga dalam kegiatan adat seperti Imlek, Goan Siau, Tulude, hari raya Ba’do Ketupat, Pengucapan Syukur dan lain–lain. Gambaran betapa pentingnya komunikasi harus dijalankan dalam kerjasama dan silaturahmi, menunjukkan betapa indahnya hidup rukun dalam kedamaian yang didasari toleransi.
         
          Itulah keseluruhan dari Strategi atau langkah-langkah yang seharusnya dan akan dilaksanakan oleh Pengurus Daerah Pelajar Islam Indonesia Kota Manado, dalam membangun hubungan baik antara pelajar islam dan non-islam di Kota Manado, yang juga sebagai upaya peningkatan kolektifitas pelajar dan juga Toleransi antar umat beragama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar